Sudah lama sekali saya tidak membuat tulisan tentang politik yang terjadi di negeri ini. Jujur saja saya takut juga, karena saat ini hampir-hampir mirip dengan pemerintah yang otoriter, sedikit lagi jadi diktator, anti kritik.
Hanya saja perbedaannya, bukan diculik atau dihilangkan, namun di jebloskan ke penjara, hanya karena tidak sehaluan dengan penguasa saat ini.
Jika berada diluar "kolam" maka kritikan yang diungkapkan akan menjadi berbalik arah menyerang kita sendiri, dengan tuduhan "ujaran kebencian".
Namun berbeda jika kita satu "kolam" sesadis apapun ujaran dan ungkapan kebencian yang kita utarakan tidak akan mendapat sanksi apa-apa.
Opini - Memukul dengan Meminjam Tenaga Lawan oleh Balya Nur
Contoh, media asuhan rezim saat ini seperti se..word...secara terang-terangan menyebutkan anis-sandi sebagai gubernur pilihan DKI Jakarta dengan sebutan (maaf) "ASU".
Sampai sekarang adem ayem aja, walaupun sudah banyak yang melapor, namun kebal hukum..Aneh memang.
Namun demikan masih banyak orang-orang hebat dinegeri ini yang mengkritik dengan cara yang sangat elegan, dan kalaupun dituduhkan dengan tuduhan "ujaran kebencian" sepertinya tidak akan bisa, maklum saat ini yang tidak se"kolam" dengan rezim orang-orang pinter semua soalnya.
Salah satunya adalah Bang "Balya Nur", saya sudah lama mengikuti tulisan-tulisan abang kita yang satu ini, selain pinter, cara penyampaiannya pun terkadang disisipi dengan humor-humor ringan, yang membuat saya betah untuk berlama-lama mantengin akun facebooknya.
Ini salah satu contoh tulisan Bang "Balya Nur", yang saya rasa sangat mewakili keadaan yang terjadi di negeri ini pada saat sekarang ini.
FOKUS FOKUS FOKUS
Setelah kewalahan melawan apa yang disebut sebagai MCA, karena MCA memakai startegi “organisasi” tanpa bentuk, dan tentu saja tanpa pemimpin. Dan terbukti effektif. Tidak ada yang bisa mengkriminalisasi, tidak ada yang bisa memotong tangan dan kakinya, karena tangan dan kakinya memang tidak kelihatan.
Sekarang mereka memakai strategi baru. Memukul dengan meminjam tenaga lawan. Ada dua peristiwa yang mirip. Serupa tapi tak sama. Serupa caranya, tak sama peristiwanya.
Pertama, mereka berusaha mempereteli para simpatisan GN. Caranya mereka menyemburkan isu bahwa GN adalah bagian dari rezim ini, faktanya memang begitu. Tapi seolah mereka ingin mengatakan, mendukung GN berarti menjadi pendukung rezim ini. Padahal dukungan kepada GN lebih pada kebijakan TNI yang secara tegas melawan simpatisan PKI.
Dan ternyata cara itu cukup effektif. Sebagian dari kita melahap isu itu. Ikut menghembuskan kecurigaan pada GN. Padahal GN itu masih TNI yang tidak boleh berpolitik, dan GN juga tidak punya parpol. Ditambah lagi kalau dalam survey nama GN ternyata elektabiltasnya meningkat, karena kebijakan TNI masih nyambung dengan asprasi kita.
Coba bandingkan dengan AB yang sudah terang benderang pernah menjadi juru kampanye rezim ini dan bahkan pernah dapat jatah menteri walapun akhirnya dipecat. Begitu dia memutuskan menerima tawaran PS, kita berhasil memenangkannya menjadi gubernur.
Padahal upaya mereka menyemburkan bahwa AB adalah orangnya si Nganu, merupakan bagian dari rezim ini, jika memilih AB sama saja dengan mendukung Nganu, ditambah postingan masa lalunya saat masih melawan PS sangat masif. Tapi kita tetap pada pendirian mendukung AB untuk menumbangkan BTP. Kita memakai startegi Emang Gue Pikirin. Dan berhasil.
Masa untuk GN hanya disemburkan isu segitu saja kita langsung mencaploknya tanpa memilih dan memilah? Padahal dukungan kita terhadap GN kan tetap bersyarat. Jika GN nyebur Kolam, ya kita tinggal.
Kedua, soal penangkapan Jonru Ginting. Sudah sangat jelas siapa yang melaporkan, dan parpol apa yang ada di belakangnya. Bisa jadi pelaporan itu cuma syarat administrasi saja. Bisa jadi Jonru sudah lama diiincar.
Kemudian disemburkanlah bahwa penjahatnya adalah TV One. Dan sebagian kita mencaplok isu itu dengan lahap. Tentu saja manusia yang melaporkan Jonru dan parpol serta institusi yang “berkaolisi” ingin menjebloskan Jonru ke penjara, kipas-kipas. Dia menikmati istirahatnya tanpa kuping panas membaca medsos karena banyak yang menghujatnya. Hujan hujatan beralih ke TV One. Apa salah TV One?
Dalam acara ILC TV One soal marah-marah dan saling tuding sudah menjadi ciri khas acara itu. Bukan baru kali ini saja. Tapi apakah selama itu ada yang dijeboloskan ke penjara? Tidak ada. Karena cuma berakhir di ruang studio itu saja.
Kalau soal ujaran yang cukup keras kepada rezim ini di acara ILC TV One, maka Rocky Gerung lah yang mestinya masuk duluan dibanding Jonru. Tapi kan Rocky tidak ada yang melaporkan dan juga dari track recordnya tidak punya alasan untuk melaporkan. Jadi salahnya ILC TV One apa?
Maka jelas satu-satunya penyebab Jonru masuk tahanan adalah pelapor itu. Laporannya juga kan bukan berdasarkan acara ILC TV One, tapi tulisan-tulisan Jonru di masa lalu. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa yang namanya ujaran kebencian itu adalah khusus yang ditujukan pada rezim ini. Di luar itu, separah apapun ujaran itu, cuma dianggap ujaran keisengan. Paham kan kepada siapa kita harus “marah? “ Sudah dari sononya begitu. Kalau mau merubah ya tunggu perubahan rezim ini.
Bahkan sudah ada yang menyemburkan, boikot TV One! Begini, Bro. Walaupun IQ kita minimal 200 dibagi dua, tapi kalau emosi yang dikedepankan maka cuma berapa persen saja kepakenya.
Diantara beberapa media televisi, cuma TV One satu-satunya yang masih relatif netral. Dulu kita berharap banyak pada inews TV. Tapi sekarang tahu sendirilah dan tahu sendiri juga penyebabnya. Kalau kita tidak mendapatkan yang ideal, maka yang relatif netral cukuplah. Media satu-satunya ini mau ditenggelamkan juga? Apa manfaatnya buat kita?
Jika semburan terhadap GN dan TV One berhasil maka jangan salahkan orang lain jika kita menjadi bahan tertawaan. Penduduk kampung Kolamlah yang sebenarnya berkepentingan agar TV One ditinggalkan pemirsanya. Dan kita secara sadar dan tidak sadar ikut membantunya. Apakah semburan itu cara yang licik? Nggak juga. Cuma kalau berhasil, karena kita tidak memanfaatkan kepintaran kita karena tertutup emosi.
Bro, musuh kita adalah ketidak adilan. Itu pasti. Penahanan Jonru yang super kilat setelah pelaporan dibanding pelaporan yang ditujukan pada tokoh kampung Kolam yang juga atas tuduhan ujaran kebencian tapi dicolek juga nggak adalah salah satu fakta ketidak adilan itu. Jangan habiskan energi kita untuk hal-hal yang tidak perlu. Tenaga kita masih dibutuhkan untuk melawan ketidak adilan yang sudah sangat telanjang. Kita harus fokus. Fokus. Fokus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar