Minggu, 13 Mei 2018

10 Cara Membuat Anak Agar Memiliki Disiplin Diri

Membuat anak memiliki disiplin diri dengan membangun batasan dan aturan-aturan adalah sebuah cara yang efektif agar anak dapat memiliki perilaku yang positif dan juga normatif.

Membuat Anak Agar Memiliki Disiplin Diri


Dan tugas orang tualah dalam memberikan petunjuk secara baik dan benar, agar anak-anaknya cenderung untuk mengikutinya. 
 Membuat anak memiliki disiplin diri dengan membangun batasan dan aturan 10 Cara Membuat Anak Agar Memiliki Disiplin Diri

Anak-anak, pada dasarnya memiliki hasrat yang tinggi dalam berusaha menyenangkan kedua orang tuanya. 

Dan ketika para orang tua mulai membangun batasan-batasan yang diperlukan untuk mendidik anak dan menciptakan disiplin pada perilaku anak, kebanyakan orang tua tidak mampu atau tidak tahu bagaimana cara melakukannya. 

Terkadang ada orang tua yang malah terlalu banyak bicara atau nyinyir, terlalu terbawa emosi, atau gagal dalam mengekspresikan dirinya sendiri secara jelas dan penuh otoritas. 

Bila orang tua mengatakan kepada anak apa yang harus dilakukannya dan ia harus melakukannya sekarang juga (misalnya, rapikan tempat tidurmu).

10 Cara Membuat Anak Agar Memiliki Disiplin Diri


Coba jalankan sepuluh tips dibawah ini supaya lebih mudah dalam mendirikan batasan dan peraturan-peraturan dalam mendidik anak dan membangun disiplin diri anak tersebut.

1. Cobalah Untuk Lebih Spesifik. 


Seringkali kita dengar atau lihat beberapa orang tua memberikan batasan-batasan kepada anak-anaknya, seperti, "jaga kelakuanmu", "jadi anak baik ya", "jangan berisik" , "belajar sekarang" dan lain sebagainya. 

Garis pedoman yang ditetapkan seperti itu mungkin artinya akan berbeda bagi orang lain. Anak-anak akan mengerti orang tuanya dengan lebih baik jika orang tua membuat petunjuk secara konkrit. 

Sebuah batasan yang spesifik mengatakan secara jelas apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh seorang anak. 

Misalnya, "kita sedang dirumah sakit, bicaranya pelan saja, kasihan banyak orang yang lagi sakit", "kalau lagi menyeberang jalan, pegang tangan ibu ya", dan sebagainya. Strategi seperti ini, yang lebih spesifik dapat membuat anak lebih menurut. 

2. Cobalah Berikan Pilihan-pilihan. 


Dalam beberapa kasus, para orang tua memberikan pilihan-pilihan yang terbatas pada anak-anaknya, dengan maksud agar supaya anak-anaknya dapat menurut dan mengikuti apa kata orang tuanya. 

Memiliki kemerdekaan dalam memilih akan membuat anak merasakan suatu perasaan dan kekuatan serta kontrol yang dapat mengurangi perlawanan dari sang anak. 

Misalnya, orang tua dapat menawarkan pilihan kepada anaknya jika menyuruh anaknya untuk mandi dengan berendam di tub bath, disiram dengan gayung dari bak, bermain hujan-hujanan di kran shower, dan pilihan-pilihan lainnya.

3. Cobalah Untuk Lebih Tegas. 


Dalam beberapa hal yang lebih penting, anak-anak cenderung lebih menunjukkan perlawanan, dan disinilah saatnya orang tua menunjukkan batasan-batasan secara tegas.

Sebuah batasan yang tegas akan mengajarkan anak kapan dia harus menghentikan perilaku yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya dan kapan harus menurut pada orang tuanya. 

Contohnya: "jangan membuang makananmu sembarangan". Batasan tegas seperti ini paling baik jika ditunjukkan dengan suara orang tua yang terdengar tegas seperti layaknya seorang komando dengan mimik muka yang serius. 

Batasan yang lunak atau tidak tegas dapat membuat anak memiliki pilihan yakni menurut atau membangkang. 

Contoh dari batasan yang tidak tegas seperti ini, "Kenapa kamu tidak menghabiskan makanan mu?". 

Batasan-batasan yang kurang atau tidak tegas seperti ini bisa dilakukan jika orang tua ingin anaknya beraksi dalam cara tertentu. 

4. Cobalah Untuk Memberikan Penekanan Pada Hal-hal Positif. 


Anak-anak cenderung lebih menerima perintah "kerjakan / lakukan" daripada "jangan lakukan / jangan kerjakan". 

Petunjuk "jangan" atau "hentikan" mengajarkan anak apa yang tidak dapat diterima. 

Para orang tua jangan menjelaskan perilaku yang diinginkan orang tua, seperti "Ibu ingin kamu diam!", akan lebih baik jika orang tua mengatakan kepada anak apa yang seharusnya dilakukan, seperti "bicara pelan-pelan ya") dari pada melarangnya seperti, "jangan teriak-teriak!". 

Orang tua yang otoriter biasanya lebih sering mengatakan kata "tidak, jangan" kepada anaknya. Sedangkan orang tua yang suka memerintah lebih sering mengatakan kata perintah "kerjakan, lakukan!". 

5. Hindari Perkataan, "Aku ingin...". 


Jika orang tua menyuruh anaknya untuk pergi tidur dengan mengatakan, "Ibu / Ayah ingin kamu pergi ke tempat tidur sekarang!", hal ini dapat menciptakan konflik antara orang tua dan anak. 

Strategi yang lebih baik adalah langsung menekankan peraturan secara impersonal, misalnya "Sekarang sudah malam, sudah jam 9 lho sayang. waktunya untuk kita tidur." 

Dengan cara ini, potensi konflik antara anak dan orang tua atau perasaan marah yang terjadi pada diri anak hanya akan terjadi antara anak dengan "jam" nya bukan dengan orang tuanya. 

6. Jelaskan Mengapa Batasan-batasan Itu Diperlukan. 


Bilamana seseorang memahami pembenaran akan suatu batasan atau peraturan, mereka cenderung akan mematuhinya daripada membangkangnya.

Karena biasanya akan timbul suatu konsekwensi jika membangkangnya, sehingga, bila orang tua pertama kali memberi sebuah batasan, jelaskan mengapa anak harus menurutinya.

Mengerti alasan-alasan dari batasan dan peraturan itu akan dapat menolong anak dalam mengembangkan standart internal dari perilaku sadar diri anak tersebut. 

Penjelasan atas batasan dan peraturan tersebut tidak perlu panjang lebar, cukup tekankan alasannya secara tegas, cepat dan ringkas. 

Contoh: "Jangan memukul orang ya, karena itu sakit". Atau, "Gimana kalau mainan kamu diambil orang, kamu pasti sedih kan? Karenanya jangan mengambil mainan anak lain ya". 

7. Cobalah untuk Memberikan Alternatif-alternatif. 


Bilamana orang tua membuat larangan atau memberikan batasan yang diperlukan atas perilaku anak, cobalah untuk memberikan aktifitas alternatif yang dapat diterima olehnya. 

Dengan begitu orang tua akan terlihat tidak begitu "negatif" atau "jahat" dimata sang anak. Dan anak pun akan merasa tidak begitu tercabut hak-haknya. 

Misalnya, ketika anak anda bermain-main dengan lipstik milik ibunya. 

Ibunya dapat mengatakan, "Ibu tahu kamu kamu menginginkan lipstik ibu. Tapi ini untuk bibir, bukan untuk mainan. Kalau kamu mau menggambar, nih ibu punya krayon, berwarna-warni pula". 

Dengan menawarkan alternatif, orang tua mengajarkan anaknya bahwa perasaan dan apa yang menjadi keinginannya dapat diterima oleh orang tuanya tetapi tindakan yang dilakukan sebelumnya tidaklah benar. 

Jika orang tua selalu memiliki alternatif atas tindakan anak-anak yang salah, dapat membuat anak-anaknya menjadi senang. 

8. Tetap Serius dan Konsisten. 


Aturan utama dalam menerapkan batasan-batasan yang efektif adalah dengan menghindari peraturan atau batasan yang tidak konsisten. 

Misalnya, hari ini anak disuruh tidur jam 8 tetapi besoknya jam 9 dst. 

Hal ini dapat mengundang ketidakpatuhan dan juga mengajarkan anak untuk tidak disiplin, serta hampir tidak mungkin bisa untuk mendisiplinkan anak. 

Aturan-aturan dan rutinitas yang telah ditetapkan dalam sebuah keluarga harus terus diterapkan meskipun orang tua dalam keadaan lelah sepulang bekerja. 

Jika tidak maka anak dapat menganggap orang tuanya hanya main-main dalam menetapkan batasan-batasan dan peraturan itu. 

9. Tunjukkan Ketidaksetujuan Itu Terhadap Perilaku Anak, Bukan Anaknya. 


Betapa pun seriusnya kelakuan buruk sang anak, orang tua harus dapat menjelaskan kepada anaknya bahwa apa yang tidak disenangi oleh orang tuanya itu adalah perilaku buruknya dan bukan dirinya. 

Bukan pula orang tua menolak dan tidak menginginkan mereka. Jadi daripada berkata, "Dasar, anak nakal!" yang menunjukkan bahwa orang tua menolak anaknya, sebaiknya coba katakan, "Jangan manjat-manjat meja ya!". 

10. Kontrol Emosi


Penelitian menunjukkan bahwa bila orang tua sedang sangat marah mereka cenderung menghukum anak-anak secara berlebihan dan cenderung memperlakukan kasar anaknya baik secara fisik maupun verbal. 

Jika emosi tinggi sedang melanda jiwa orang tua, entah itu karena capek habis pulang kerja, atau capek membereskan rumah, cobalah untuk menarik nafaslah yang dalam, istighfar, dan sebagainya yang dapat mengontrol dan menenangkan emosi jiwa orang tua, daripada memukul anak. 

Disiplin dasarnya adalah mengajarkan anak bagaimana ia seharusnya berperilaku dengan baik dan benar. Orang tua tidak akan pernah dapat mengajarkan anaknya untuk memiliki sifat disiplin diri secara efektif jika sedang dilanda emosi. 

Semua anak-anak membutuhkan orang tuanya untuk membangun batasan dan aturan-aturan bagi perilaku yang diterima dengan baik dan benar. 

Jika orang tua lebih mampu untuk menerapkan batasan-batasan ini maka anak akan lebih kooperatif dan mau menurut kepada orang tuanya. Hal ini akhirnya dapat menciptakan atmosfir yang sehat di dalam keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar