Sabtu, 02 Maret 2019

Sudut Pandang Kang Emil dan Sudut Pandang Bang Anies - oleh Balya Nur

"Tadi saya melihat film ini, Dilan itu, sebuah kesederhanaan yang diambil sudutnya, dengan sudut pandang, dengan kamera yang pas gitu. Jadinya, semuanya apa, e, kaget dan menjadi sebuah booming. Ini sudah lebih dari berapa? Tujuh juta kan?"

Itu pendapat Jokowi setahun lalu, 25 Pebruari 2018 setelah menonton film Dilan.
 sebuah kesederhanaan yang diambil sudutnya Sudut Pandang Kang Emil dan Sudut Pandang Bang Anies - oleh Balya Nur

Entahlah, apakah karena ada kata sudut, maka Kang Emil punya ide bikin Sudut Dilan di sebuah taman di Bandung.

Sudut Pandang Kang Emil - Bang Anies


Pembuatan Sudut Dilan menurut Kang Emil sangat bermanfaat dan menunjukkan keberpihakannya kepada pengembangan kebudayaan Jawa Barat.

Baca juga: Polemik Doa Bunda Neno

Sudut Dilan akan jadi tempat untuk mengekspresikan nilai sastra, sebab menurutnya, film Dilan mengekspesikan nilai sastra itu sendiri.

Benar kata Jokowi, Dilan memang bisa bikin “semuanya, apa, e, kaget dan menjadi sebuah booming.”

Sebagian masyarakat kaget, para budayawan kaget, pengamat kaget, sastrawan kaget.

Salah satu yang kaget, kritikus sastra Maman Mahayana.

Maman menyoal kontribusi Dilan.

Maman mengusulkan agar orang nomor satu di Jawa Barat itu mempertimbangkan apakah sosok yang diusulkan memiliki kontribusi bagi bangsa Indonesia atau tidak.

Bahkan, Maman menyebutkan jika hal itu sangat berbahaya dampaknya, terutama bagi masyarakat.

"Kalau kemudian pemerintah atau siapapun membuat nama-nama yang belum jelas kontribusinya itu naif. Pelajari dulu lah sejarah atau cari orang-orang yang memang pantas. Itu sangat berbahaya," serunya.

“Kalau pejabat melakukan seperti itu nanti akan ditiru oleh masyarakat. Itu orang tuna sejarah itu, latah dan ikut heboh pada sesuatu yang tidak jelas. Naif itu," lanjut Maman.

Soal apakah novel Dilan punya nilai sastra, Maman tidak mau buru-buru menilai.

Banyak dikatakan jika novel Dilan karya Pidi Baiq tersebut belum layak untuk dijadikan simbol kesastraan.

Maman mengungkapkan jika hal itu memang perlu dikaji lebih jauh.

"Ya kita harus pelajari dulu novelnya layak atau tidak, seperti yang sudah jelas ya, karya maestro kita punya Pram (Pramoedya Ananta Toer), itu jelas kontribusinya dan itu sudah diterjemahkan berbagai bahasa harusnya itu yang diangkat," tutur Maman.

(https://www.viva.co.id/showbiz/film/1125379-dilan-corner-dan-hari-dilan-tuai-kritik)

Gelombang kritikan bikin tensi darah Kang Emil naik.

Pikiran Rakyat bikin judul berita, Ridwan Kamil Meradang Ditanya Urgensi Bangun Sudut Dilan.

Dengan nada meninggi, ‎ia meminta media massa tak membentur-benturkan persoalan mana yang penting antara kebudayaan kontemporer dan tradisi.

"Pertanyaanya memberi manfaat atau tidak, itu saja. Kalau memberi manfaat, kenapa tidak," kata Ridwan Kamil

Nada Ridwan Kamil agak meninggi dan mulai mengarahkan tubuhnya kepada pewarta Pikiran Rakyat yang menanyakan alasannya memilih Dilan dari pada tokoh-tokoh Sunda atau Jawa Barat lain yang berjasa dalam pengembangan budaya.

Pikiran Rakyat sempat memberikan contoh tokoh budaya Sunda seperti pedalangan Asep Sunandar Sunarya yang malah minim apresiasi dari pemerintah asalnya.

"Kan saya bilang hidup itu kan gimana momentum, Anda engga mendengar apa yang saya perbincangan. Saya membangun pusat budaya di semua daerah menandakan keberpihakan gubernur pada budaya itu begitu rupanya," ucap Ridwan Kamil.

(tipsmillennials.blogspot.com/search?q=" target="_blank">Menjawab Pidato Tudingan TGB terhadap Pendukung Prabowo

Perbedaan Kang Emil dengan Bang Anies


Itulah bedanya Kang Emil dengan Bang Anies.

Kang Emil disamping harus memikirkan membangun Jabar, juga harus mencari jalan agar Jokowi menang di Jabar.

Terserah bagaimana caranya.

Mau bikin sudut Dilan kek, sudut apa kek. Terserah.

Bikin sudut Dilan saja sudah menuai kritikan yang bikin Kang Emil meradang, gimana mau bikin terobosan lain untuk merayu warga Jabar agar mau memilih Jokowi.

Tabahkan hatimu, Kang. Dilan saja kuat menahan rindu, masa Akang nggak bisa menahan kritikan tajam. (Balya Nur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar