Senin, 22 Mei 2017

MENYOAL PEMBLOKIRAN REKENING GURU DI KALTIM

Tenaga pendidik (guru) di Kaltim dibuat heboh dengan beredarnya screenshoot surat resmi dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kaltim kepada Bank Kaltim yang berisi permohonan pemblokiran rekening 13 belas orang guru dari berbagai SMA/SMK yang berada di bawah naungan Disdik Kaltim.

Surat yang ditandatangani langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kaltim tersebut tidak hanya mengguncang kalangan guru di Kaltim, tapi menuai sorotan publik secara luas. Dengan faktor kecepatan informasi sosial media, hal ini bisa jadi tidak terbatas disorot kalangan publik Kaltim saja, tapi juga telah menjadi sorotan publik nasional.

Terbitnya surat permohonan pemblokiran rekening 13 guru ini diduga kuat berkaitan dengan aksi demonstrasi yang berulang kali dilakukan oleh jaringan guru se-Kaltim menuntut penjelasan dan pencairan dana Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang tertunda sejak Januari 2017 hingga April 2017.

Puncaknya jaringan guru melakukan aksi lanjutan pada 22 Mei 2017 di depan Kantor Gubernur Kaltim, menagih janji batas akhir pencairan tanggal 19 Mei 2017 yang tak kunjung terealisasi sepenuhnya.

MENYOAL PEMBLOKIRAN REKENING GURU DI KALTIM


Pada aksi 22 Mei 2017 tersebut 13 perwakilan peserta aksi diterima oleh Kadisdik Kaltim dan pejabat lain dalam audiensi penjelasan terkait pencairan dana TPP yang dituntut para guru. Tidak lupa 13 perwakilan guru dalam forum audiensi tersebut diminta mengisi daftar hadir nama dan asal sekolah.

Singkat kronologi, sehari setelah aksi 22 Mei tersebut, beredar screenshoot surat permohonan pemblokiran rekening 13 nama guru yang hadir mewakili rekan-rekannya dalam pertemuan dengan Kadisdik Kaltim.

Surat yang sudah dipastikan valid tersebut ternyata dibuat dan diteken tanggal 22 Mei 2017 beberapa saat usai pertemuan dengan perwakilan guru yang berdemo. Atas kronologi tersebut, banyak pihak yang menduga surat permohonan pemblokiran rekening 13 guru kepada Bank Kaltim itu adalah bentuk "hukuman" dari Kadisdik Kaltim kepada mereka karena lantang menyuarakan komplain kepada pihak Disdik Kaltim.

Hal ini tentu terasa janggal. Adanya upaya pemblokiran rekening 13 guru yang menuntut pemenuhan hak mereka menimbulkan pertanyaan. Apa pelanggaran mendasar mereka hingga harus mendapat "sanksi" semacam itu?
Atas hal tersebut, Kadisdik Kaltim dituntut bisa memberikan penjelasan kepada publik terkait surat yang diterbitkannya. Mengingat hal itu menyangkut hajat hidup orang banyak yang menjadi hak mereka yang tertunda selama beberapa bulan terakhir.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan pandangan terkait pemblokiran rekening nasabah bank dalam kacamata hukum.

Sebagaimana kita ketahui, pemblokiran berasal dari kata “blokir”. Artinya, “membekukan atau memberhentikan  sesuatu”. Sehingga pemblokiran  pada perbankan adalah suatu proses, cara, ataupun  perbuatan/tindakan  memblokir terhadap “rekening nasabah bank”.

Pemblokiran rekening bank dalam kacamata hukum adalah suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh bank berdasarkan permintaan  tertulis dari para pihak berwenang sebagaimana diatur di dalam perundang-undangan yang berlaku.
Tujuannya untuk mencegah mutasi atau perpindahan uang  dalam rekening nasabah dan dapat dibuka kembali, baik oleh dan atas permintaan penyidik  maupun penegak hukum lain hingga adanya putusan hakim yang menyatakan bahwa dana di rekening nasabah tersebut tidak terkait dengan kasus hukum yang sedang ditangani.

REGULASI PEMBLOKIRAN REKENING
Menurut peraturan hukum yang berlaku di Indonesia, hanya ada beberapa pihak terbatas yang diberi kewenangan untuk meminta pemblokiran rekening nasabah, di antaranya yakni : Polisi, Jaksa, Hakim, KPK, Dirjen  Pajak, Bank Indonesia dan lainnya, baik dalam perkara pidana maupun perdata.

Kewenangan memblokir rekening nasabah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan hanya untuk perkara-perkara tertentu seperti: perkara korupsi, money laundry, pelanggaran pajak, dan tindakan pidana keuangan lain, serta dugaan transaksi keuangan hasil cyber crime.

Di antara peraturan perundang-undangan tersebut terdapat pada UU No. 31/ 1999  tentang : “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 (pasal 29 ayat 4), menyatakan : "Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dapat meminta bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga  hasil dari korupsi”.

UU No. 8 tahun 2010 tentang : “Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”  ( pasal 71 ayat 1 ), menyebutkan : “Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan pihak pelapor untuk melakukan pemblokiran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, dari setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK (Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan) kepada penyidik,  tersangka/terdakwa."

UU  No. 19 Tahun 1997  tentang : “Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa” sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000 (pasal 17 ayat 1 ), menyatakan   : “Penyitaan terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu.”

Sementara Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000 tentang : “Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Ijin Tertulis Membuka Rahasia Bank" pasal 12 ayat 1) mengatur  :
“Pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama seorang nasabah penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa, atau hakim, dapat dilakukan sesuai peraturan per-UU-an yang berlaku tanpa memerlukan ijin dari Pimpinan BI.”


DIMANA POSISI KADISDIK ?
Merujuk isi beberapa UU di atas, apakah Kadisdik termasuk dalam pihak yang berwenang mengajukan permohonan tertulis kepada pihak bank untuk melakukan pemblokiran kepada rekening nasabah tertentu?

Rasa-rasanya tidak perlu seorang ahli kelas wahid untuk bisa menyimpulkan bahwa Kadisdik Kaltim tidak punya wewenang untuk melakukan hal itu. Kadisdik Kaltim tidak memahami prosedur. Kadisdik Kaltim telah melanggar aturan.

Kadisdik Kaltim dan/atau pejabat lain yang lebih tinggi kedudukannya yang memerintahkan upaya pemblokiran tersebut (jika ternyata ada), perlu berkonsultasi lebih dalam lagi dengan Biro Hukum nya sebelum terlampau jauh mengambil tindakan ceroboh.

Langkah yang bisa dilakukan oleh Kadisdik menurut hukum adalah melaporkan ke pihak berwenang (Polisi, Jaksa, KPK) apabila mendapati bukti dugaan tindak pidana korupsi, money laundry, pelanggaran pajak, dan tindakan pidana keuangan lain, atau dugaan transaksi keuangan hasil cyber crime yang dilakukan oleh para guru tersebut.

Dalam proses penyidikan nanti bisa jadi pihak berwenang di atas menerbitkan surat permintaan pemblokiran rekening para guru terlapor. Prosedur ini tepat menurut hukum. Bukan malah main "teken" surat blokir secara sembarangan.

PEMBLOKIRAN REKENING NASABAH Dan SUBSTANSINYA
Terdapat tiga hal substansial yang perlu mendapatkan perhatian bank terkait pemblokiran rekening nasabah, yaitu  :

1. Bank dilarang melakukan pemblokiran atas rekening seseorang oleh dan atas permintaan seseorang/pihak  lain yang tidak sesuai dengan prosedur hukum. Semisal, karena ketiadaan  surat permintaan pemblokiran dari pihak berwenang (Polisi, Jaksa, Hakim, dan lain-lain yang ditetapkan oleh UU ).

2. Mewajibkan bank untuk  mengadministrasi dan memonitoring setiap pemblokiran nasabah secara tertib. Rekening-rekening pending nasabah mana yang sudah boleh dan/atau belum boleh dibuka blokirannya. Bagi yang sudah boleh, bank memintakan  pembukaan blokiran kepada pihak berwenang secara tertulis.

3. Permintaan memblokir dan/atau membuka blokiran hanya boleh dilakukan oleh seseorang/pihak tertentu  kepada bank hanya  untuk dan/atau terhadap rekening milik sendiri, bukan rekening orang lain. Kecuali secara kasuistis dan atas inisiatif bank, karena ditemukan aliran sejumlah uang ke rekening nasabah diduga merupakan hasil  kejahatan cyber (cyber crime).

Sehingga jika dikaitkan dengan kasus upaya pemblokiran rekening tiga belas guru di Kaltim oleh Kadisdik Kaltim kepada Bank Kaltim, maka pihak Bank Kaltim sebaiknya perlu bertindak lebih  bijak dengan tidak terburu-buru memenuhi permohonan Kadisdik tersebut. Melainkan memberikan tanggapan balik berupa penjelasan mekanisme atau prosedur hukum pemblokiran rekening nasabah bank. Karena patut diduga, surat permohonan pemblokiran rekening guru oleh Kadisdik Kaltim menyalahi aturan dan memiliki kecacatan hukum.

Jika pihak Bank Kaltim memenuhi permintaan Kadisdik tersebut tanpa merujuk pada aturan yang berlaku, pihak bank Kaltim bisa saja melanggar peraturan. Bila pemblokiran tersebut berakibat kerugian (finansial dan non finansial) bagi nasabah, hal itu bisa berakibat lebih fatal lagi.

Pihak Bank Kaltim, secara perdata dapat dituntut/digugat nasabah  telah melakukan perbuatan melawan hukum  sesuai pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum (KUH)  Perdata : “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Pasal 1366 KUH Perdata menyatakan : “setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hatinya”.

Dalam kasus ini, frasa "setiap orang" bisa menjerat pihak "bank" sebagai subjek yang dimaksud melakukan perbuatan melanggar hukum atau perbuatan lalai yang mengakibatkan kerugian bagi nasabah.

Bisa saja Bank Kaltim yang karena kealpaan/kelalaian dan ketidakprofesionalannya menjadi dituntut/digugat  nasabahnya secara hukum (pidana maupun perdata). Seperti gugatan perdata, yakni berupa penggantian kerugian material (finansial) dan immaterial, dimana lazimnya dalam praktik penggantian kerugian dihitung atau disetarakan dengan uang (berikut denda bunga jika ada).

Mengingat rumusan ketentuan pasal 1365  KUH Perdata secara limitatif menganut asas hukum bahwa penggantian kerugian dalam hal terjadinya suatu perbuatan melawan hukum adalah bersifat wajib.

Bahkan dalam berbagai kasus hukum yang mengemuka di pengadilan, seringkali hakim secara ex-officio (karena jabatannya) menetapkan/mewajibkan penggantian kerugian oleh bank , sekalipun pihak nasabah (korban) tidak menuntutnya.
Kadisdik Kaltim Menyalahi Asas Administrasi Pemerintahan ?
UU Administrasi Pemerintahan No. 30 Tahun 2014 memuat tiga aspek pokok Asas-asas Administrasi Pemerintahan yakni: asas legalitas hukum, asas perlindungan HAM, dan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

AUPB melingkupi 8 asas pokok yang harus diperhatikan oleh setiap penyelenggara administrasi di semua level pemerintahan. Kedelapan asas itu adalah: (1) Asas kepastian hukum, (2) Asas kemanfaatan, (3) Asas ketidakberpihakan, (4) Asas kecermatan, (5) Asas tidak menyalahgunakan kewenangan, (6) Asas keterbukaan, (7) Asas kepentingan umum, (8) Asas pelayanan yang baik.

Selain beberapa asas di atas terdapat pula asas-asas umum lainnya di luar AUPB yakni asas umum pemerintahan yang baik yang bersumber dari putusan hakim pengadilan yang masih berkekuatan hukum tetap.

Dalam kasus upaya pemblokiran rekening 13 guru ini, Kadisdik Kaltim patut diduga menyalahi AUPB dalam asas kepastian hukum, asas kecermatan, dan asas tidak menyalahgunakan kewenangan.

*Asas Kepastian Hukum* adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan  peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.

*Asas Kecermatan* adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan.

*Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan* adalah asas yang mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan  tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.

Penyalahgunaan kewenangan sangat erat kaitan dengan terdapatnya ketidaksahan (cacat hukum) dari suatu keputusan dan/atau tindakan pemerintah/penyelenggara negara.  Cacat hukum keputusan dan/atau tindakan pemerintah/penyelenggara negara pada umumnya menyangkut tiga unsur utama, yaitu unsur kewenangan, unsur prosedur dan unsur substansi.

Dengan demikian cacat hukum tindakan penyelenggara negara dapat diklasifikasikan dalam tiga macam, yakni: cacat wewenang, cacat prosedur dan cacat substansi. Ketiga hal tersebutlah yang menjadi hakekat timbulnya penyalahgunaan kewenangan.

Melihat upaya pemblokiran yang dilakukan oleh Kadisdik Kaltim, patut diduga Kadisdik telah menyalahgunakan kewenangan karena memenuhi unsur menyalahi kewenangan, menyalahi prosedur, dan menyalahi prinsip substansial.

Oleh karena itu, Gubernur Kaltim sebagai atasan dari Kadisdik Kaltim, sudah seharusnya segera mengevaluasi Kadisdik Kaltim terkait kebijakannya yang menyalahi aturan ini. Menurut penulis, Kadisdik Kaltim telah memberikan contoh yang buruk dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan bagi jajaran Pemprov Kaltim. Sehingga layak dan patut diberi sanksi oleh Gubernur, baik sanksi teguran lisan atau tertulis, hingga sanksi pencopotan dari jabatan. (*)

Sekian.
Oleh Surahman, SH
(Pegiat LSM Mata Publik Kaltim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar