Jual beli hak atas tanah adalah sebuah proses peralihan hak atas tanah, dan sudah ada sejak zaman dahulu.
Surat perjanjian jual beli tanah haruslah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan harus memenuhi syarat-syarat seperti terang, tunai dan riil.
Serta dapat memenuhi rasa keadilan bagi kedua belah pihak, sehingga apabila nanti terdapat perselisihan dapat diselesaikan secara hukum.
Mengurus Surat Perjanjian Jual Beli Tanah
Syarat jual beli "terang" artinya dilakukan di hadapan pejabat umum yang berwenang
Syarat "tunai" artinya jual beli tanah tersebut dilakukan dan dibayarkan secara tunai.
Syarat "rill" artinya jual beli tersebut dilakukan secara riil/ nyata.
Untuk itu, apabila transaksi jual beli tanah tersebut harga belum lunas, maka proses jual beli sebagaimana dimaksud belum dapat dilakukan.
Pejabat umum yang diberi wewenang berdasarkan undang-undang akhir-akhir ini adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah atau disingkat denga PPAT.
Adapun pejabat umum PPAT tersebut terdiri dari:
PPAT Sementara
Yaitu camat yang karena jabatannya dapat melaksanakan tugas PPAT untuk membuat akta jual beli tanah.
Camat dalam hal ini diangkat sebagai PPAT untuk daerah terpencil atau daerah-daerah yang belum cukup jumlah PPAT-nya.
PPAT
Yakni pejabat umum yang diangkat oleh kepala Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kewenangan membuat akta jual beli yang bertugas untuk wilayah kerja tertentu.
Perkembangan bisnis properti dan kemampuan daya beli masyarakat yang kian meningkat, membuat kebutuhan masyarakat akan kepemilikan aset dibidang properti ini semakin meningkat.
Hal ini dapat terlihat dari banyaknya perumahan-perumahan yang dibangun oleh para developer perumahan, baik itu untuk rumah subsidi maupun yang non subsidi.
Apalagi di daerah-daerah pemekaran yang sedang berkembang, tanah-tanah kavling merupakan salah satu opsi favorit yang banyak dipilih masyarakat karena sifatnya yang fleksibel.
Tanah kavling juga cukup mudah untuk dipindahtangankan dan juga untuk disewakan kembali.
Baik itu untuk bercocok tanam, lahan parkir, atau bisa juga untuk disewakan untuk dibangun pergudangan, bahkan disewakan beberapa puluh tahun untuk dibangun dengan ruko-ruko atau lahan usaha.
Akta Jual Beli Tanah (AJB)
Akta Jual Beli (AJB) adalah dokumen yang membuktikan adanya peralihan hak atas tanah dari pemilik sebelumnya, yakni sebagai penjual kepada pembeli sebagai pemilik baru.
Prinsipnya jual beli tanah ini bersifat terang dan tunai, yakni dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan harganya telah dibayar lunas.
Karena itu, jika harga jual beli tanah belum dibayar lunas, maka pembuatan AJB belum dapat dilakukan.
Menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, selain risalah lelang, Akta Jual Beli (AJB) merupakan bukti sah hak atas tanah dan bangunan yang sudah beralih kepada pihak lain.
AJB dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau camat untuk daerah yang jumlah pejabat PPAT nya masih kurang.
Dalam praktiknya, seringkali peralihan hak atas tanah dan bangunan ini dilakukan dibawah tangan, padahal secara hukum peralihan hak atas tanah dan bangunan dibawah tangan tidak bisa dilakukan.
Karena itu, sebagai bentuk untuk mendapatkan kepastian hukum, maka langkah pertama yang harus dilakukan untuk melakukan perjanjian jual beli tanah dan bangunan adalah dengan mendatangi pejabat PPAT.
Sebelum transaksi jual beli dilakukan, PPAT akan memberikan penjelasan mengenai prosedur dan syarat-syarat yang perlu dilengkapi baik oleh penjual maupun pembeli.
PPAT memiliki wilayah kerja untuk daerah tingkat dua.
Misalnya, jika seorang PPAT berkantor di Kotamadya Pangkalpinang, maka ia hanya bisa membuat akta PPAT untuk wilayah Kota Pangkalpinang saja.
Begitu juga jika PPAT nya berkantor di Kota Sungailiat, maka PPAT tersebut hanya bisa membuat akta untuk objek yang ada di kota Sungailiat saja, sedangkan untuk daerah yang lain tidak bisa.
PPAT akan menerangkan langkah-langkah dan persyaratan yang diperlukan untuk melaksanakan jual beli.
Kepentingan lainnya adalah untuk menyerahkan asli sertifikat terlebih dahulu untuk dilakukan pengecekan terhadap kesesuaian data teknis dan yuridis antara sertifikat dan buku tanah yang ada di kantor pertahanan.
Pemeriksaan Sertifikat dan PBB
Langkah awal yang dilakukan oleh PPAT sebelum transaksi jual beli dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan sertifikat hak atas tanah dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Untuk itu, biasanya PPAT akan meminta sertifikat hak atas tanah asli dan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB dari Penjual.
Pemeriksaan sertifikat hak atas tanah diperlukan untuk memastikan kesesuaian data teknis dan yuridis antara sertifikat tanah dengan Buku Tanah di Kantor Pertanahan.
Pemeriksaan sertifikat hak atas tanah juga dilakukan PPAT untuk memastikan bahwa tanah tersebut tidak sedang dalam sengketa hukum, tidak menjadi jaminan hak tanggungan, atau tidak sedang diletakkan sita oleh pengadilan.
Pemeriksaan STTS PBB dilakukan PPAT untuk memastikan bahwa tanah tersebut tidak menunggak pembayaran pajaknya.
Adanya Persetujuan Suami atau Istri
Sebelum AJB (Akta Jual Beli) ditandatangani, yang harus menjadi perhatian adalah adanya persetujuan dari suami atau istri si penjual, apabila penjual berstatus menikah.
Sebab, ketika pernikahan terjadi, maka terjadi kepemilikan harta bersama antara suami dan istri.
Kecuali apabila ada perjanjian pra nikah mengenai harta suami atau istri.
Hak atas tanah, juga menjadi harta bersama antara suami dan istri karena pernikahan, sehingga pada saat menjualnya harus memerlukan persetujuan dari suami atau istri.
Persetujuan tersebut dapat dilakukan dengan cara menandatangani surat persetujuan khusus, dalam hal ini, suami atau istri dari pihak penjual turut menandatangani AJB.
Dalam kasus suami atau istri penjual telah meninggal, keadaan tersebut perlu dibuktikan dengan Surat Keterangan Kematian dari kantor Kelurahan atau Akta Kematian dari Pengadilan.
Akibat hukum dari meninggalnya suami atau istri ini adalah adanya ahli waris untuk tanah yang akan dijual, yakni untuk anak-anak yang lahir dari pernikahan mereka.
Sehingga dengan demikian, Anak-anak tersebut juga wajib memberikan persetujuannya dalam AJB sebagai ahli waris menggantikan persetujuan dari suami atau istri yang meninggal.
Namun, apabila ternyata anak-anak ahli waris tersebut belum cakap hukum atau belum dewasa, maka penjual harus mendapatkan izin menjual atau menjamin tanah atas nama anak yang belum dewasa di pengadilan.
Ikatan tali pernikahan menyebabkan terjadinya percampuran harta antara suami dan istri, sepanjang tidak ada perjanjian pra nikah.
Jika suami atau istri karena sesuatu dan lain hal tidak bisa ikut hadir pada saat penandatanganan AJB, maka wajib ada surat persetujuan menjual yang dibuat di hadapan notaris.
Akan tetapi, jika terdapat perjanjian kawin yang menyatakan pemisahan harta, maka tidak diperlukan persetujuan suami atau istri.
Komponen Biaya AJB
Komponen biaya akta jual beli yang harus dikeluarkan oleh penjual maupun pembeli adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Untuk Pajak Penghasilan (PPh) wajib dibayar oleh Penjual sebesar 5% dari harga tanah, sedangkan Pembeli wajib membayar BPHTB sebesar 5% setelah dikurangi Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
Selain pajak, biaya lainnya yang perlu dikeluarkan adalah jasa PPAT yang umumnya ditanggung bersama oleh Penjual dan Pembeli.
Penandatanganan Akta Jual Beli (AJB)
Setelah sertifikat tanah, bukti setor pajak, dokumen identitas para pihak, diserahkan serta komponen biaya AJB lainnya telah dibayarkan, selanjutnya penjual dan pembeli menghadap ke PPAT untuk menandatangani AJB.
AJB wajib ditandatangani di hadapan PPAT dan disaksikan oleh dua orang saksi yang juga turut menandatangani AJB.
Balik Nama Sertifikat Tanah
Apabila AJB telah ditandatangani oleh semua pihak yang telah disebutkan diatas, langkah selanjutnya adalah melakukan balik nama sertifikat dari nama penjual menjadi nama pembeli.
Proses balik nama dilakukan di kantor pertanahan oleh PPAT. Proses balik nama ini biasanya berlangsung kurang lebih satu sampai lima bulan.
Penyerahan Akta Jual Beli kepada kantor pertanahan harus dilakukan PPAT selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak AJB ditandatangani.
Penyerahan AJB tersebut juga harus melampirkan berkas-berkas lainnya seperti:
- Surat permohonan balik nama yang telah ditandatangani pembeli,
- Akta Jual Beli dari PPAT,
- Sertifikat hak atas tanah,
- Kartu Tanda Penduduk kedua belah pihak,
- Bukti lunas pembayaran PPh,
- Bukti lunas pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Dokumen yang Perlu Disiapkan Oleh Penjual
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk Penjual beserta suami atau istri;
- Fotokopi Kartu Keluarga;
- Fotokopi Akta Nikah;
- Asli Sertifikat Tanah;
- Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
- Surat Persetujuan Suami/ Istri (atau bisa juga persetujuan tersebut diberikan dalam AJB);
- Asli Surat Keterangan Kematian/ Akta Kematian jika suami atau istri telah meninggal;
- Asli Surat Keterangan Ahli Waris jika suami atau istri telah meninggal dan ada anak yang dilahirkan dari pernikahan mereka.
- Asli Akta Izin Menjual dari Pengadilan untuk anak-anak ahli waris yang belum dewasa
Dokumen yang Perlu Disiapkan Oleh Pembeli
- Fotokopi Kartu Tanda Penduruk (KTP);
- Fotokopi Kartu Keluarga (KK);
- Fotokopi Akta Nikah jika sudah menikah;
- Fotokopi NPWP.
Pajak-pajak yang Harus Dibayar dalam Jual Beli Tanah
Pajak Penghasilan (PPh) Jual Beli Tanah
Dasar hukum pengenaan PPh atau Pajak Penghasilan untuk penjual tanah ialah Pasal 1 ayat (1) PP No. 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, yang berbunyi:
“Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan”
PPh atau Pajak Penghasilan harus sudah dibayarkan sebelum penandatangan akta jual beli.
Besaran PPh - Pajak Penghasilan dari pengalihan hak (jual beli) atas tanah dan/ atau bangunan adalah 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan.
Hal ini berdasarkan pada pasal 2 ayat (1) huruf a, PP Nomor 34 tahun 2016.
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menolak membuat akta tanah jika penjual melanggar aturan, seperti tidak membayar Pajak Penghasilan sebelum penandatangan akta jual beli.
Hal ini sesuai dengan Pasal 39 ayat (1) huruf (g) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi:
PPAT menolak membuat akta, jika:
“tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan”
Pasal tersebut menunjukkan bahwasannya jika PPh belum dibayarkan oleh penjual maka transaksi jual beli tidak akan pernah terjadi karena PPAT tidak akan membuatkan akta jika terjadi pelanggaran atas aturan yang telah dibuat.
Jadi pastikan bahwa penjual telah membayar PPH sebelum Anda sebagai pembeli menerima akta tanah dimaksud.
Artinya, apabila Anda telah meneriima akta tanah berarti pajak PPH telah dibayarkan oleh penjual.
Pajak penghasilan - PPh atas jual beli tanah sudah terutang pada penjual saat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) ditandatangani.
Hal ini berdasarkan pasal 1 PP nomor 34 tahun 2016.
Jangan sampai transaksi jual beli tanah Anda hanya diberikan bukti berupa kwitansi saja.
Karena, sengketa kepemilikan hak atas tanah yang sering terjadi dipengadilan adalah karena ketidak jelasan akta jual beli tanah ini, yang kebanyakan adalah terjadi perjanjian jual beli dibawah tangan atau hanya dengan kwitansi saja.
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP) dikenakan kepada pembeli. BPHTP adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/ atau bangunan.
Hal ini berdasarkan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 pasal 1 angka 41.
Sedangkan dasar hukum pengenaan BPHTP atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ialah Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang berbunyi:
(1) Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
(2) Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
A. Pemindahan hak karena:
- Jual beli;
- Tukar - menukar;
- Hibah;
- Hibah Wasiat;
- Waris;
- Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
- Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
- Penunjukan pembeli dalam lelang;
- Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
- Penggabungan usaha;
- Peleburan usaha;
- Pemekaran usaha;
- Hadiah.
B. Pemberian hak baru karena:
- Kelanjutan pelepasan hak;
- Di luar pelepasan hak.
Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Adapun besaran BPHTP - Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang dibayarkan paling tinggi sebesar 5%.
Sedangkan untuk tarifnya sendiri (tarif BPHTP) ditetapkan dengan perraturan daerah setempat.
Biaya Nilai Jual Objek Pajak - NJOP
Kedua hal tersebut dapat mempengaruhi besaran biaya pajak yang harus dikeluarkan oleh pembeli.
Nilai Perolehan Objek Pajak - NPOP
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dapat dipahami sebagai harga transaksi yang disepakati oleh kedua belah pihak (penjual dan pembeli).
Apabila peralihan hak atas tanah tersebut tidak karena menjual atau membeli, melainkan melalui jalan hibah, tukar menukar ataupun warisan, maka yang menjadi patokan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
NJOP adalah harga tanah yang ditetapkan sesuai dengan nilai pasar secara umum.
Besarnya NJOP tergantung pada wilayah atau daerah masing-masing. Jadi NJOP bisa berbeda-beda tiap wilayahnya.
Karena NPOP atau NJOP adalah harga tanah yang disepakati oleh kedua belah pihak, maka cara menentukannya adalah dengan jalan NPOP disepakati sebagai harga tanah, atau NJOP disepakati sebagai harga tanah.
Karena, pada dasarnya jual beli tanah tergantung pada harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak (penjual/ pembeli).
Bisa mengikuti NPOP, bisa juga mengikuti NJOP.
Cara memilihnya adalah dengan mencari mana harga yang lebih tinggi.
Misalnya jika harga tanah sesuai NPOP lebih kecil dari harga tanah yang sesuai NJOP maka yang dipilih adalah NJOP karena nilainya lebih tinggi.
Sebaliknya jika harga tanah sesuai NJOP lebih kecil dari harga tanah yang sesuai dengan NPOP maka yang dipilih adalah harga NPOP karena nilainya lebih tinggi.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak - NPOPTKP
Selain NPOP dan NJOP ada nilai lainnya yang mempengaruhi besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh pembeli.
Nilai lain yang turut mempengaruhi perhitungan BPHTP atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, adalah NPOPTKP atau Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
Pada saat perhitungan pajak nantinya, harga transaksi tanah yang telah disepakati akan dikurangi terlebih dahulu dengan NPOPTKP.
Hasil dari pengurangan tersebut nantinya akan dikalikan 5% dan mendapatkan hasil pajak yang harus dibayarkan oleh pembeli.
Berbeda dengan penjual tanah, pajak yang harus dibayarkan oleh pembeli tanah lebih kecil dari pajak yang harus dibayarkan oleh penjual tanah.
Hal ini dikarenakan adanya pengurangan dari NPOPTKP.
Nilai NPOPTKP sendiri berbeda untuk tiap-tiap wilayah, tergantung dari peraturan daerah setempat.
Perjanjian jual beli tanah memang bukan perkara mudah, akan tetapi cukup mudah untuk Anda ikuti.
Sebagai penjual atau pun pembeli, Anda harus waspada dan jeli, agar tidak terjadi permasalahan hukum dikemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar